TIMES NGAWI, JAKARTA – Taufiq Kurrokhman (38), petugas haji dari Perlindungan Jemaah (Linjam), dengan penuh pengabdian mendorong kursi roda di paviliun. Bagai merawat orang tuanya sendiri, ia menyeka dan mengelus pundak jemaah haji lansia dengan sangat hati-hati, khawatir gerakannya membangunkan jemaah yang hampir tertidur.
Hari itu, seorang jemaah haji Indonesia lansia dari embarkasi Surabaya baru saja tiba di King Abdul Aziz International Airport (KAAIA) Jeddah. Perjalanan panjang dari tanah air serta kondisi demensia membuatnya kelelahan dan kebingungan.
Sesampainya di bandara, sang jemaah tiba-tiba mengamuk dan memohon untuk dipulangkan ke rumahnya.
Taufiq dan petugas lainnya dari Daerah Kerja (Daker) Bandara segera bergegas membantu. Meski menghadapi tantangan besar, termasuk omelan dan serangan fisik dari jemaah yang kebingungan, mereka tetap sabar dan tekun.
Setelah satu suntikan obat penenang, jemaah tersebut perlahan tenang. Dengan bahasa Jawa yang lembut, Taufiq terus menghibur sang nenek hingga amarahnya mereda.
Taufiq, pria asal Pandaan Pasuruan, Jawa Timur, terlihat bersemangat meski sudah hari ke-27 penugasannya di bandara. Menyambut para dhuyufurrahman, tamu Allah, adalah impiannya sejak setahun terakhir.
Sehari-hari bertugas di Markas Besar (Mabes) TNI, Taufiq tahu betul cara mengayomi jemaah. Ia sering terlihat menggendong jemaah uzur dan mengantar mereka ke Tanah Haram.
Dalam setiap langkahnya, Taufiq selalu mengenang almarhum ibunya. Meski lelah sering kali menyergap, bayangan sang ibu memberinya semangat luar biasa.
"Terkadang rasa lelah dan capek itu mampir, namun saya anggap itu ilusi saja," ungkap Taufiq.
"Yang memberi dan mendorong energi saat bertugas adalah mengingat almarhum emak. Dahulu beliau punya impian kuat ingin berhaji, Qadarullah biaya dan umur menjadi kendala saat itu. Semoga yang sedikit saya lakukan ini bisa mengalirkan pahala kepada emak tercinta," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Taufiq merasakan bahwa setiap tindakan baik yang dilakukannya di Tanah Suci adalah bagian dari pengabdian kepada ibunya.
Dalam hatinya, ia berharap apa yang dilakukannya bisa menjadi pahala yang mengalir untuk ibunya yang sudah tiada.
Kisah Taufiq bukan sekadar tentang tugas rutin seorang petugas haji. Ini adalah tentang cinta, pengorbanan, dan pengabdian tanpa pamrih.
Dalam kesibukan melayani jemaah, ia menemukan makna mendalam dari setiap langkahnya, bahwa setiap kebaikan yang ia lakukan adalah cerminan dari cintanya kepada sang ibu dan kepada Allah.
Pengabdian Taufiq Kurrokhman di Tanah Suci menginspirasi banyak orang, bahwa di balik setiap pengorbanan ada cinta yang tulus, dan di setiap langkah pengabdian ada doa dan harapan untuk yang tercinta.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kisah Taufiq Kurrokhman, Pengabdian Penuh Cinta di Tanah Suci
Pewarta | : Imadudin Muhammad |
Editor | : Imadudin Muhammad |